Petilasan Ardi Lawet

LAYAKNYA makam-makam Wali Songo yang tersebar di Jawa, petilasan atau makam Syech Jambukarang, di Desa Penusupan, Kecamatan Rembang, juga layak menjadi tempat wisata ziarah. Petilasan Ardilawet ini dikeramatkan oleh warga Purbalingga.
Tak heran, masyarakat banyak yang mengunjungi untuk menyepi dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Mitos yang berkembang di masyarakat, berdoa di tempat ini akan cepat dikabulkan. Sejumlah masyarakat dari dalam dan luar kota Purbalingga Banyak yang berkunjung dan berdoa untuk berbagai permohonan di perbukitan Ardilawet ini.
Untuk mencapai lokasi petilasan Ardi Lawet tidaklah sulit. Meski lokasinya jauh di pelosok desa, namun prasarana jalan menuju tempat itu sudah lumayan halus. Jika harus menggunakan kendaraan umum, lokasi ini berjarak sekitar 20 kilometer dari Kota Purbalingga. Jika menumpang mikrobus jurusan Bobotsari-Rembang, hanya membutuhkan waktu ekitar 30-45 menit. Sesampai di Monumen Panglima Besar Jenderal Soedirman, turun dan naiklah  pick up ke Desa Penusupan dengan jarak tempuh sekitar  4 kilometer. Sesampai di Desa Penusupan, pengunjung harus berjalan kaki menempuh jalan setapak kurang lebih 3 kilometer untuk sampai di Gerbang Petilasan Ardilawet.
Konon petilasan Ardi Lawet merupakan makam Syech Jambukarang. Syech Jambukarang ini merupakan putra dari Prabu Brawijaya Mahesa Trademan, Raja Pajajaran. Semasa kecil ia bernama  Adipati Mendang (R Mundingwangi). Sebenarnya, ia berhak menduduki tahta kerajaan menggantikan orang tuanya. Namun, Jambukarang lebih memilih menjadi pendeta. Tahta kerajaan diberikan kepada adiknya, R Mundingsari yang dinobatkan pada tahun 1190.
Saat bertapa di Jambu Dipa atau Gunung Karang, Banten, ia melihat ada tiga cahaya dari arah timur yang menjulang tinggi ke angkasa. Melihat hal itu, Jambukarang bersama para pengikutnya menuju cahaya terebut hingga sampailah di perbukitan Ardilawet itu dan mendirikan pertapaan disana.
Secara bersamaan, Syech Atas Angin dari Negara Arab dan telah berkelana menyebarkan Islam di purbalingga juga melihat adanya cahaya yang sama dari arah timur. Cahaya itu terlihat jelas  sesaat setelah ia  melaksanakan sholat Shubuh. singkat cerita Syeh Atas Angin juga menuju ke perbukitan Ardilawet. Disana, ia berjumpa dengan Jambukarang yang edang bertapa. Uluk salam disampaikan oleh Syech Atas Angin kepada Jambukarang. Namun, Jambukarang tak menyahutnya.
Tak lama kemudian, Jambukarang terlibat perdebatan dengan Syech Atas Angin. Mereka juga terlibat adu kesaktian. Namun, Syech Atas Angin memiliki kesaktian yang lebih tinggi sehingga Jambukarang tunduk dan memeluk Islam. Saat itu, Jambukarang mencukur rambut dan kukunya dan dikuburkan di Ardilawet itu.
Selain mengangkat Syech Atas Angin menjadi gurunya, Pangeran Wali Syech Jambukarang juga menikahkan putrinya yang bernama Rubiah Bekti menjadi istri Syech Atas Angin. Setelah memeluk Islam, Syech Jambukarang aktif menyebarluaskan ajaran Islam di wilayah Purbalingga.
Perkawinan antara Syech Atas Angin dan Rubiah Bekti menurunkan lima orang anak masing-masing Machdum Kusen, Machdum Medem, Machdum Umar, Nyi Rubiah Raja dan Nyi Rubiyah Sekar. Putra perttama, Machdum khusen menurunkan tiga ptra yaitu Machdum Jamil, Lebe Tuleng dan Lebe Shultoni.
Machdum Jamil ini menurunkan empat putra yaitu Machdum Tores, Lebe Kudra, Lebe Majapan dan Pangeran Wali Prakosa. Pangeran Wali Prakosa inilah yang ikut serta mendirikan tiang Masjid Demak bersama Walisongo. Setelah wafat, Wali Prakosa ini dimakamkan di Desa Pekiringan Kecamatan Karangmoncol. (banyumasnews.com/Prayitno)

2 komentar: